Sabtu, 22 Desember 2012

Sepenggal Kisah Dikala Hujan : Hanya Lewat Telepon

Setiap hujan punya cerita, dari cerita bahagia yang menjadi tawa hingga cerita duka yang menjadi lara. Dan apa yang pernah kau alami kala hujan?

http://rishapratiwi.files.wordpress.com
Masih kuingat hari itu, hari yang sangat tak pernah kuduga, hari yang cerah di musim penghujan. Hari itu aku dan dia sudah berjanji akan berjumpa kala malam tiba, hari itu hari Rabu. 

Siapa dia? Dia adalah seseorang yang dewasa, yang menyenangkan dan senantiasa menghilangkan kegalauanku. Dia seperti sosok seorang kakak laki-laki yang kuiingini. Yah sebab aku tak punya kakak laki-laki, maka aku selalu berangan punya kakak laki-laki. Dan tiba-tiba aku mengenalnya, sangat tiba-tiba, entah dari mana.

Ketika malam hampir tiba, datanglah hujan dengan cukup derasnya dan hujan itu seakan menjadi pengacau rencanaku dan juga janji pertemuanku dengannya. Haahhh... dan aku merasa kesal karena hujan.

Malam pun tiba, akhirnya kuterima sebuah pesan singkat darinya menanyakan kepastian janji perjumpaan itu, dan kukatakan betapa ingin kutemui dia tapi apa daya, derasnya hujan malam itu seakan tak merestui perjumpaan kami. 

Jam 8 malam, suara ponselku berbunyi tanda panggilan masuk. Saat kulihat, ternyata itu panggilan masuk darinya. Langsung kuangkat dengan malas karena saat itu aku masih kesal dengan hujan yang seakan tak ingin kami berjumpa.

"Halo...", katanya
"Halo...", malas-malas aku menjawab.
"Kenapa kok kayak bete gitu sih, jangan bete donk?" tanyanya
"Ngga kok, biasa aja, cuma kesel deh dari siang padahal cerah, eh sekarang malah ujan gede" jawabku
....
....

Awalnya memang malas-malas aku menerima teleponnya, tapi kemudian dia mampu membuat rasa malasku itu menjadi sebuah hal yang menarik untuk terus mendengarkan suaranya. Dan tidak ada pertemuan antara aku dan dia malam itu, semua karena hujan. Kami akhirnya hanya mengobrol saja via telepon, hingga ia bercerita banyak hal yang membuatku cukup terharu dan jujur saja meneteskan air mata. Yaa kala itu kami mengobrol cukup lama hampir satu setengah jam atau bahkan lebih, aku lupa saking asiknya. 

Hingga kemudian entah kenapa tiba-tiba kata-katanya menjurus pada pengungkapan perasaannya padaku. Dia tak henti mengurai perasaannya, semakin lama kata-katanya semakin menyentuh hatiku, tak kusangka kudapati air mataku mengalir, membahasi wajah yang selalu ingin ia lihat tersenyum, tapi tangisku kini bukan tangis sedih atau kecewa, ini sebuah tangis keharuan, tangis bahagiaku yang tak pernah mendengar kata-kata seindah itu dari seseorang yang bahkan diiringi oleh alunan musik merdu dari ponselnya (Kerispatih - Lagu Rindu) makin menambah keharuan di hatiku.

Sampai kala itu aku tak sanggup tuk berkata-kata, tak sanggup tuk menjawab setiap kata-kata yang dia ucapkan. Dalam haru itu tersimpan keraguanku dalam setiap ucapannya, aku tak begitu yakin akan semua kata-katanya, aku tak dapat melihat sorot matanya, tak dapat melihat ekspresi kejujuran darinya. Keraguanku makin berkecamuk, tat kala kuingat dia yang begitu seringnya mengingat masa lalunya, membicarakan hal indah dari sahabat-sahabat wanitanya yang jujur kuakui ku tak suka mendengarnya. Ku tak suka kala dia membahas kisah lalunya itu, ku tak suka kala ku dengar dia begitu meninggikan sahabat-sahabat wanitanya. Tapi bagaimanapun aku tak boleh egois, aku tak dapat merebut perhatiannya dari sahabat-sahabatnya itu. Aku orang baru dalam kehidupannya, aku hanya bisa berharap ia jujur dengan semua kata-katanya yang disaksikan oleh malam dan derasnya hujan.

Hah bingung aku harus menjawab apa, ketika ia bertanya apakah mau aku untuk menjadi pendampingnya, menjalani hari-hari bersamanya dan menjalin komitmen dengannya? Oh Tuhan... berilah aku jawaban.

Lama aku tak bicara waktu itu dan ia malah menertawakanku, dia menggodaku. Aahh makin malu aku, tapi entah ada angin apa hingga tiba-tiba aku berkata "Ya, aku mau jadi pendampingmu, menjalani hari-hari bersamamu dan berkomitmen denganmu".

Yupss... setelah itu kami hanya mengobrol santai, sangat santai hingga akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri obrolan via telepon itu. Kupikir-pikir gila memang, belum lama kenal, belum tahu bagaimana ia. Itu masalah hati, itu masalah perasaan, tanpa logika (seperti kata Agnes Monica) :D.

Hujan, terkadang ia menjadi tawa tapi kadang hujan pun menjadi sesuatu yang sangat menyebalkan. Yah hujan akan sangat membahagiakan bila kita melewatinya dengan mereka-mereka yang menyenangkan, sedangkan akan menjadi sangat menyebalkan bila hujan menghancurkan hari yang telah direncakan. 
Dan entah kenapa, bagiku hujan seperti punya jiwa.


bersambung...
*sampai ide yang lain muncul

3 komentar: