Jumat, 22 Oktober 2010

Kala Sang Mentari Mengegois

Egois, ya.. egoisku menyesakkan hatiku sendiri bahkan yang lebih parah egoisku ini membuat orang lain terbelenggu, ah betapa beraninya diri ini menyuruh dia melupakan sahabat-sahabat terbaiknya, padahal aku hanya orang baru yang menyentuh hidupnya, aku yang belum berarti apa-apa tapi sudah dengan beraninya menyuruh dia mengikuti keegoisanku yang bagai anak kecil ini.

Aaarrgghhh.. bodohnya aku ini, harusnya  aku bisa lebih dewasa menghadapi ini semua, harusnya aku bisa lebih menerima keadaannya, harusnya aku bisa mengerti dia dan kehidupannya, harusnya aku ikut larut dalam kehidupannya, harusnya akupun iku mengenal sahabat-sahabatnya, agar aku bisa tahu kenapa ia sampai selalu meninggikan sahabat-sahabatnya itu, bukannya malah mengharapkan agar ia tak melupakannya. Bodohnya aku, ketika ketakutan di masa lalu menghantuiku, ketakutan yang amat membelenggu orang lain, ketakutan bodoh yang tak masuk akal

Tapi aku tak menyangka semudah itu ia memaafkan kegoisanku ini? Yaa Tuhan, harusnya aku bersyukur pada-Mu telah kau karuniakan ia untuk sejenak mengisi hidupku. Sejenak? Entahlah, aku tak tahu apa sema ini hanya akn berjudul sejenak atau selamanya, yang psti Tuhan benar-benar memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Ia memang bukan pria idaman itu, tapi seperti yang pernah kukatakan dalam tulisanku sebelumnya, itu hanya impian tak perlu memaksa ketika kita mendaptkannya dan sekarang aku mengerti betapa Tuhan ingin yang terbaik untuk kita. Tuhan anugerahkan dirinya dalam kehidupanku, semoga ia adalah utusan Tuhan yang bisa membuatku lebih menghargai hidup, mendewasakanku dan segala pandanganku.



0 komentar:

Posting Komentar